Kekeringan di Jawa Timur diperkirakan terjadi akibat fenomena El Nino
Kita perlu mewaspadai potensi El Niño yang mungkin terjadi di Indonesia. Selain menyebabkan kekeringan, kurangnya curah hujan juga akan meningkatkan jumlah titik panas…
SURABAYA, Jawa Timur (Antara) – Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengambil langkah proaktif mengatasi kekeringan akibat El Niño, atau pemanasan suhu permukaan laut di atas normal di Samudera Pasifik bagian tengah.
“Kita perlu mewaspadai kemungkinan terjadinya El Niño di Indonesia. Selain menyebabkan kekeringan, kurangnya curah hujan juga akan meningkatkan jumlah titik panas sehingga (wilayah Indonesia) rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan,” Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar ujar Parwansa dalam keterangannya yang dirilis di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, pada 2015, El Nino mempengaruhi perekonomian Indonesia dengan menyebabkan 597.000 hektare sawah di tanah air mengering.
Parwansa berharap dampak El Nino dapat diantisipasi secara bersama dan menyeluruh, termasuk melalui pembentukan desa tahan bencana.
Di Jawa Timur terdapat 7.724 desa yang tersebar di 38 kabupaten dan kota.
Ia menyoroti pentingnya kerjasama semua pihak strategis untuk mewujudkan desa tahan bencana guna mengurangi risiko bencana.
“Tentunya perlu sosialisasi yang luas, pendidikan dan pelatihan terkait kesiapsiagaan bencana,” imbuhnya.
Pada tanggal 26 April setiap tahunnya, Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) diperingati di Indonesia. Tema HKBN tahun ini adalah “Meningkatkan Ketahanan Desa, Mengurangi Risiko Bencana”.
Sesuai dengan tema tersebut, Parawansa berpesan bahwa ketangguhan terkait kesiapsiagaan bencana harus dibangun mulai dari level paling bawah.
Untuk itu, Gubernur menginstruksikan kepada setiap Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di setiap kabupaten dan kota di Jawa Timur untuk memberikan edukasi dan sosialisasi dengan menyasar masyarakat yang berada di daerah rawan bencana.
Informasi, pendidikan dan pelatihan harus disebarluaskan sesering mungkin, apalagi Jawa Timur berada di Ring of Fire.
“Kalau kegiatan ini dilakukan secara rutin, saat terjadi bencana kita akan lebih siap dan bisa bertindak cepat,” jelas Parawansa.
Selain itu, ia berharap budaya resiliensi dapat ditanamkan di masyarakat.
“Hal ini akan berdampak pada pengurangan risiko bencana. Oleh karena itu, mewujudkan budaya ketangguhan di masyarakat menjadi penting,” ujarnya.
Berita Terkait: BPBD minta NTT siapkan antisipasi kekeringan
Berita Terkait: Presiden Minta Petani Percepat Budidaya Padi
About The Author
“Penggemar musik yang ramah hipster. Analis. Praktisi bir. Perintis twitter yang sangat menawan. Communicator.”