Indonesia melihat peningkatan berkelanjutan dalam EV-DCI hingga 2023, kata East Ventures
East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) Indonesia telah meningkat selama empat tahun berturut-turut mencapai skor median 38,5 pada tahun 2023, kata perusahaan modal ventura yang berbasis di Singapura itu Venture Timur Rabu.
Perusahaan mengatakan dalam laporan EV-DCI 2023, yang diproduksi bersama dengan Katadata Insight Center dan PwC Indonesia, bahwa peningkatan rata-rata menunjukkan peningkatan daya saing digital untuk provinsi menengah dan rendah di Indonesia.
Skor EV-DCI 2023 sebesar 38,5 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan 35,2 (2022) dan dua tahun sebelumnya dengan 32,1 (2021).
Penyebaran, atau kesenjangan, antara skor indeks untuk provinsi terbesar dan terkecil meningkat menjadi 53,2 dari 48,3 tahun sebelumnya, mencerminkan pembagian provinsi Papua dan Papua Barat dari 34 menjadi 38 provinsi, kata laporan itu.
Menurut laporan tersebut, provinsi dengan skor EV-DCI 2022 tertinggi masih dipegang oleh DKI Jakarta dengan skor 76,6.
Jawa Barat dan DI Yogyakarta berada di urutan kedua dan ketiga dengan skor 62,2 dan 54,2.
Dari sepuluh provinsi dengan nilai indeks tertinggi, enam di antaranya berasal dari Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat ke-6, naik dari peringkat ke-14 tahun lalu.
Sedangkan Sumut untuk pertama kalinya masuk sepuluh besar, setelah sebelumnya menempati posisi ke-13.
Jambi menjadi provinsi dengan peningkatan terbesar, naik 16 peringkat. Salah satu faktor pendukungnya adalah pilar keuangan.
Pemprov Jambi meningkatkan layanan digital dengan menerapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk menerapkan pembayaran nontunai.
Sedangkan Sultra turun 13 peringkat di sektor digitalisasi akibat rendahnya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) daerah.
Menurut laporan tersebut, peningkatan skor EV-DCI di tahun 2023 mencerminkan berbagai perkembangan di tahun 2022.
Berbagai capaian dalam pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), digitalisasi pemerintahan, transformasi bisnis digital, peningkatan masyarakat digital dan penerapan pertimbangan keberlanjutan dapat menjadi landasan menuju era keemasan digital Indonesia.
Menurut laporan tersebut, sektor TIK adalah fondasi ekonomi digital karena memungkinkan aktivitas ekonomi online.
Saat ini infrastruktur TIK digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat, dengan penetrasi internet mencapai 77 persen.
Namun, masih ada beberapa tantangan, termasuk kualitas dan kecepatan Internet, literasi digital, dan keamanan siber.
Sementara itu, sektor e-commerce, logistik, dan fintech tumbuh karena peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan, akses mudah ke pembayaran digital, dan pembentukan kebiasaan belanja online.
Namun, terdapat tantangan, termasuk profitabilitas pemain e-commerce, biaya logistik yang tinggi, dan keterampilan teknologi finansial yang rendah.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa sektor kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan iklim memiliki peluang pertumbuhan yang signifikan, didukung oleh berbagai langkah yang mengarah pada upaya digitalisasi sektor publik dan perbaikan menuju ekonomi yang berkelanjutan.
Sementara itu, laporan tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2022, ekonomi digital Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Namun demikian, potensi demografis Indonesia masih membuka peluang untuk mencapai masa keemasan ekonomi digital yang diperkirakan bernilai US$360 miliar pada tahun 2030.
Faktor kunci untuk meningkatkan ekosistem ekonomi digital Indonesia adalah (1) pemerataan ekosistem ekonomi digital, (2) penguatan fundamental bisnis perusahaan rintisan, (3) penguatan kerjasama antar pemangku kepentingan, dan (4 ) pembangunan berkelanjutan dengan pendekatan ESG.
Keempat hal tersebut tidak hanya akan memaksimalkan potensi nilai ekonomi digital Indonesia, tetapi juga mendorong terciptanya negara digital yang berkeadilan.
“Secara umum, adopsi digital lebih konsisten di seluruh provinsi (tidak termasuk provinsi baru) yang telah dipetakan oleh East Ventures selama empat tahun berturut-turut,” kata Willson Cuaca, co-founder dan managing partner East Venture.
Menurutnya, ke depan, adopsi digital akan menjadi fondasi yang kuat bagi infrastruktur digital Indonesia dan mendorong inovasi baru di seluruh Indonesia.
“Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pemerintah Indonesia, dimana perkembangan digital yang cepat dan merata telah terjadi di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo bersama seluruh jajaran pemerintahan yang terlibat.
“Dengan infrastruktur digital yang kuat dan merata, tumbuhnya inovasi baru di semua sektor yang inklusif dan berkelanjutan, serta dukungan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari investor, pendiri, start-up, konsumen, perusahaan swasta hingga BUMN Indonesia ( BUMN), Kita semakin cepat dan semakin dekat dengan cita-cita negara digital yang berkeadilan,” ujarnya.
Ia juga mengatakan masih banyak “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan dan tantangan yang harus dihadapi semua pihak.
“Kami akan terus mendukung pemerataan daya saing digital di Indonesia dan berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi digital Indonesia melalui berbagai investasi dan inisiatif atau program kami,” imbuhnya.
Director Katadata Insight Center Adek Media Roza mengatakan, provinsi yang berada di luar 10 besar juga mengalami peningkatan daya saing digital.
“Peningkatan nilai median selama empat tahun berturut-turut menunjukkan peningkatan daya saing digital terutama di provinsi menengah ke bawah,” imbuhnya.
Radju Munusamy, Partner and NextLevel Leader PwC Indonesia, mengatakan upaya Indonesia menuju digitalisasi yang berkeadilan membutuhkan kerja sama seluruh pemangku kepentingan.
Menurutnya, pemangku kepentingan dalam ekosistem ekonomi digital meliputi perusahaan rintisan dan konvensional, pemerintah, investor, dan masyarakat.
“Bentuk kolaborasi dapat bertujuan untuk menyeimbangkan upaya digitalisasi, memperkuat fundamental bisnis, dan menerapkan strategi keberlanjutan melalui lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).
“Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam menciptakan nilai yang mendukung munculnya pemerataan ekonomi digital, yang akan bermuara pada peningkatan ekonomi secara keseluruhan,” imbuhnya.
EV-DCI merupakan peta daya saing digital regional yang terdiri dari tiga sub-indeks, sembilan pilar, dan 50 indikator.
Sub-indeks penyusunnya adalah input, output dan dukungan, dengan pilar sumber daya manusia, penggunaan TIK, belanja TIK, ekonomi, kewirausahaan dan produktivitas, tenaga kerja, infrastruktur, keuangan dan regulasi, dan kapasitas pemerintah daerah.
East Ventures meluncurkan inisiatif PASTI BISA keempat di Indonesia untuk mendukung ekosistem digital
About The Author
“Penjelajah. Pembaca. Praktisi perjalanan ekstrem. Gila sosial total.”