Kejutan dan kebingungan karena pengadilan negeri Indonesia memerintahkan penundaan pemilu – ThePrint –
JAKARTA (Reuters) – Pengadilan Indonesia pada Kamis memutuskan bahwa badan pemilu negara itu harus menangguhkan proses pemilu selama lebih dari dua tahun, sebuah keputusan mengejutkan yang membuat para ahli hukum terpecah mengenai apakah pengadilan negeri memiliki kekuatan untuk menunda pemilihan presiden pada tahun 2024.
Dalam memutuskan gugatan perdata yang diajukan oleh partai politik tidak jelas yang didirikan pada tahun 2020, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengatakan KPU harus menghentikan semua proses yang sedang berlangsung selama dua tahun, empat bulan dan tujuh hari, menurut situs web pengadilan.
Partai Adil Sejahtera, atau disingkat Partai Prima, tahun lalu menggugat Komisi Pemilihan Umum, yang dikenal dengan akronim KPU, setelah mengatakan partai tersebut gagal dalam proses peninjauan.
Pengadilan tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar dan tidak segera jelas mengapa memerintahkan penundaan, yang akan membuat pemilihan kembali ke tahun 2025 paling cepat.
Hasyim Asy’ari, ketua KPU, mengatakan kepada Reuters keputusan itu akan diajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi.
Pihak Prima tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Pemilu, yang dijadwalkan pada 14 Februari tahun depan, diperkirakan akan memilih presiden dan parlemen baru untuk memerintah ekonomi terbesar dan negara terpadat di Asia Tenggara itu.
Bivitri Susanti, pakar mahkamah konstitusi dari Jentera School of Law Indonesia, mengatakan putusan itu hanya bisa mengikat secara hukum jika KPU tidak mengajukan banding atau kalah di pengadilan yang lebih tinggi.
“Namun, saya harus mencatat bahwa tidak ada kemungkinan dalam undang-undang pemilu untuk mengajukan banding melalui pengadilan negeri semacam itu. Ini di luar kewenangan pengadilan,” ujarnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly mengatakan dia tidak akan berkomentar sampai setelah membacakan rincian putusan.
Titi Anggraini dari pengawas pemilu Perludem mengatakan pengadilan bertindak di luar kekuasaannya, menyebut putusan itu “aneh, rumit dan mencurigakan”.
Pakar hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, seharusnya MK yang memutuskan proses peninjauan kembali partai ketimbang memerintahkan penundaan pemilu.
(Laporan Ananda Teresia dan Stefanno Sulaiman; Penulisan Gayatri Suroyo; Penyuntingan Martin Petty)
Penafian: Laporan ini dibuat secara otomatis oleh layanan berita Reuters. ThePrint tidak bertanggung jawab atas konten mereka.
About The Author
“Penjelajah. Pembaca. Praktisi perjalanan ekstrem. Gila sosial total.”