Orang Indonesia terhubung dengan siamang perak yang terancam punah

Orang Indonesia terhubung dengan siamang perak yang terancam punah

SUKABUMI, Indonesia, 4 Maret (Reuters) – Tini Kasmawati menggunakan sistem katrol mentah untuk mengangkat seember pisang ke kanopi hutan hujan Indonesia. Dalam beberapa menit, siamang keperakan, dengan bayi yang menempel di dadanya, berayun di antara pepohonan dan meraih beberapa.

Selama hampir delapan tahun, Tini, 49, telah menjalankan misi yang didanai sendiri untuk merawat hewan langka asli hutan Jawa Barat, menghabiskan setidaknya dua jam sehari bersama mereka.

Juga dikenal secara lokal sebagai “Owa Jawa” atau “Owa Jawa”, populasi primata berambut perak ini menurun karena perdagangan hewan peliharaan ilegal dan penggundulan hutan. Hanya sekitar 4.000 yang tersisa di alam liar, menurut Conservation International, dan sekitar 24 di daerah itu, menurut kelompok konservasi lokal.

Daftar sekarang untuk GRATIS akses tak terbatas ke Reuters.com

Ketika Tini bertemu dengan seorang mahasiswa Belanda yang melakukan perjalanan ke negara tropis untuk belajar owa pada tahun 2014, dia malu dengan ketidaktahuannya sendiri. Itu mendorongnya untuk merawat setidaknya enam makhluk yang sekarang dia anggap keluarga.

“Suatu kehormatan saya bisa melakukan itu, tidak banyak orang di luar sana yang mau atau bisa melakukan itu,” kata Tini dalam sebuah wawancara.

Aktivis kesejahteraan hewan Budiharto, yang mengelola Pusat Margasatwa Cikananga, yang memantau spesies yang terancam punah di provinsi Jawa Barat, mengatakan pekerjaan Tini tidak banyak membantu mengubah populasi owa, tetapi dia telah membantu menyediakan makanan yang sangat dibutuhkan untuk primata.

Ada rencana untuk mengubah Hutan Lengkong menjadi suaka, tetapi nasib monyet-monyet berwajah menggeram ini tetap genting karena diganggu oleh perkawinan sedarah, kata Budiharto.

READ  Indonesia mengakhiri pakta deforestasi dengan Norwegia, dengan alasan tidak membayar

Tini berharap karyanya dapat membantu melestarikan owa yang tersisa dan memungkinkan peneliti untuk mengedukasi masyarakat tentang mereka.

“Insya Allah, saya tidak akan berhenti selagi saya masih bisa berjalan,” katanya.

Daftar sekarang untuk GRATIS akses tak terbatas ke Reuters.com

tulisan Yuddy Cahya Budiman dan Angie Teo; Diedit oleh Kanupriya Kapoor dan Gerry Doyle

Standar kami: Prinsip Kepercayaan Thomson Reuters.

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *