Pemulihan perdagangan ritel di Indonesia masih tertinggal meskipun ada pelonggaran pembatasan
JAKARTA (The Jakarta Post / Asia News Network): Penjualan ritel tidak kembali ke tingkat sebelum pandemi pada November, meskipun kepercayaan konsumen dan kunjungan ke fasilitas ritel dan rekreasi telah pulih pada bulan ini, kabar buruk bagi tingkat konsumsi Indonesia berarti penyumbang pemulihan ekonomi.
Retail Sales Index (RSI), berdasarkan survei terhadap 700 pengecer di 10 kota, diperkirakan mencapai 199,7 pada November, turun 7,79 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019, menurut data Bank Indonesia (BI).
Dari delapan kategori RSI, hanya Makanan, Minuman & Tembakau, dan Bahan Bakar Otomotif yang tumbuh masing-masing sekitar 17,5 dan 34,9 persen dari tahun ke tahun.
“Sebagian masyarakat belum sepenuhnya pulih daya belinya,” kata Mohammad Faisal, direktur eksekutif Center for Economic Reform (CORE) Indonesia, Selasa.
“Biasanya kelas menengah adalah penyumbang terbesar ritel [sales]. “
Indeks tersebut juga menunjukkan bahwa pengecer seperti supermarket dan hypermarket telah gagal untuk menutup kerugian mereka hampir dua tahun setelah pandemi.
Berbeda dengan RSI, jumlah pengunjung ke fasilitas ritel dan rekreasi telah berada di atas tingkat normal setidaknya sejak akhir September antara Januari dan Februari 2020, seperti yang ditunjukkan oleh data Google, karena pemerintah semakin melonggarkan pembatasan mobilitas.
Misalnya, pada tanggal 6 Desember, jumlah pengunjung ke fasilitas ritel dan rekreasi adalah 8,14 persen di atas normal dengan rata-rata pergerakan 7 hari.
Demikian pula, BI melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencapai 118,5 pada November, sedikit lebih tinggi dari 117,6 pada Februari 2020, sebulan sebelum Covid-19 melanda Tanah Air.
Kepercayaan konsumen telah kembali ke wilayah optimis di semua kelompok pendapatan dan usia, yaitu di atas 100. Konsumsi menyumbang setengah dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia, yang tumbuh sebesar 3,51 persen tahun-ke-tahun (yoy) pada kuartal ketiga dan Ekspektasi pemerintah sebesar 4,5 persen kecewa karena Pembatasan Darurat Kegiatan Umum (PPKM Darurat) membebani belanja konsumen, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Pemerintah memperkirakan PDB tumbuh 5 persen pada kuartal keempat, sebagian karena pengeluaran yang lebih tinggi di tengah pelonggaran pembatasan, tetapi juga mengakui kemungkinan pembatasan baru karena jumlah kasus Covid-19 melonjak.
Faisal mengatakan penjualan ritel masih di bawah level sebelum pandemi karena perilaku konsumen telah berubah.
Misalnya, permintaan pakaian dan aksesori telah berubah karena semakin banyak orang yang bekerja dari rumah, yang memengaruhi pembelian produk tersebut. Pengeluaran rumah tangga untuk pakaian, sepatu, dan pemeliharaan masih turun 0,46 persen tahun ke tahun pada kuartal ketiga, data BPS menunjukkan.
Selain belanja sandang, transportasi dan komunikasi, komponen belanja lainnya mencatat pertumbuhan positif selama periode tersebut meskipun melambat akibat gelombang delta, menurut data BPS.
Faisal menambahkan, pandemi juga mempercepat transisi dari peritel besar seperti hypermarket ke peritel kecil seperti minimarket. Tapi tren itu mendahului pandemi.
Jaringan supermarket terdaftar PT Sumber Alfaria Jaya, yang mengoperasikan merek Alfamart, membukukan peningkatan laba bersih tahunan sebesar 73,42 persen menjadi Rp 1,1 triliun ($ 76,34 juta) dalam sembilan bulan pertama tahun 2021. Alfamart terutama menjual kebutuhan sehari-hari.
PT Matahari Putra Prima yang go public, yang mengoperasikan Matahari department store dan Hypermart, masih membukukan rugi bersih sebesar Rs 172,37 miliar pada kuartal ketiga. Namun, ini mengalami penurunan sebesar 48,14 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, RSI biasanya naik saat musim liburan. Misalnya, pada Desember 2019 indeksnya naik 235,1, 8,55 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Josua Pardede, kepala ekonom di bank yang terdaftar di Permata, mengatakan RSI diperkirakan akan naik bulan ini meskipun ada beberapa pembatasan mobilitas setelah mengkonfirmasi kasus varian Omicron.
Selain makanan dan minuman dan bahan bakar, pakaian, barang-barang budaya dan rekreasi dan peralatan rumah tangga diperkirakan akan diambil selama musim liburan, menurut Joshua.
“Kami berharap faktor musiman Nataru akan berdampak pada Desember,” katanya, merujuk pada Natal dan Tahun Baru.
Patria Rizky Ananda, 25 tahun, yang bekerja di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah, mengatakan belum ada rencana untuk menambah belanja menjelang akhir tahun meski banyak diskon yang ditawarkan. ditawarkan kepada pengecer. Dia hanya membeli sesuatu ketika dia membutuhkannya.
Namun, Patria mengatakan keluarganya tidak mengubah kebiasaan belanja mereka selama pandemi karena pendapatan mereka tidak terpengaruh oleh penurunan ekonomi.
“Sebaliknya, pengeluaran saya tahun 2021 meningkat di tengah euforia tentang baru saja mendapatkan pekerjaan pertama saya,” kata Patria Selasa, menambahkan bahwa dia membeli peralatan untuk membuat bekerja dari rumah lebih mudah.
About The Author
“Penjelajah. Pembaca. Praktisi perjalanan ekstrem. Gila sosial total.”